Bencana Bertubi-tubi Terjang Indonesia

Bencana Bertubi-tubi Terjang Indonesia – Dalam tiga minggu terakhir, Indonesia berulang kali mengalami bencana di awal tahun 2021. Dari kecelakaan pesawat Sriwijaya Air hingga longsor di Bogor dan Kalimantan Selatan.

Bencana Bertubi-tubi Terjang Indonesia

Sumber : kalbar.suara.com

dasninternational – Bencana ini terjadi saat Indonesia sedang memerangi COVID-19. Pada awal tahun 2021, banjir, pasang surut, tanah longsor dan letusan gunung melanda banyak wilayah.

Korban bencana tidak sedikit. Bahkan jumlahnya mencapai ratusan. Bencana ini terjadi saat warga masih memerangi Covid-19.

Dengan bertambahnya jumlah kasus positif corona, pandemi itu sendiri belum menunjukkan tren penurunan.

Selain Bencana Alam , Indonesia juga dilanda peristiwa tragis akibat Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air penerbangan SJ182 jalur Jakarta-Pontianak di perairan Kepulauan Kuril, Jakarta.

Serangkaian bencana alam telah terjadi, mulai dari tanah longsor, gempa bumi hingga letusan gunung berapi. Tanah Longsor di Sumedang, Jawa Barat Pada tanggal 9 Januari, tanah longsor terjadi di Desa Cihanjuang Kabupaten Kab Cimanggung. Sumedang, Jawa Barat.

Longsor terjadi dua kali, longsor pertama terjadi pada pukul 16.00 WIB, dan longsor susulan terjadi pada pukul 19.00 WIB. Longsor terjadi akibat intensitas curah hujan yang tinggi di kawasan tersebut sehingga kondisi tanah menjadi tidak stabil.

Menurut data Badan Pencarian dan Penyelamatan Nasional (Basarnas), sedikitnya 38 orang tewas dalam peristiwa itu.

Sebanyak 1.020 warga terpaksa mengungsi ke banyak kamp pengungsian dan rumah kerabat. Sejauh ini, pencarian korban masih terus dilakukan.

Karena masih banyak ditemukan retakan di lokasi longsor, cuaca hujan dan kemungkinan longsor lebih lanjut menjadi kendala dalam proses pencarian.

1. Banjir di Kalimantan Selatan

Sumber : merdeka.com

Banjir Masif yang melanda Kalimantan Selatan sejak 12 hingga 13 Januari 2021 menyulut perdebatan panjang. Kecuali curah hujan ekstrim, hanya sedikit pihak yang mengaitkan penyebab banjir dengan banjir karena banyaknya pembukaan lahan.

Oleh karena itu, faktor inilah yang diyakini menjadi penyebab merebaknya banjir Kalimantan. Manajer kampanye Walsh Kalimantan Selatan M Jefri Raharja mengatakan banjir di Kalimantan Selatan merupakan bencana ekologis.

Pasalnya, selain curah hujan yang tinggi, banjir juga terjadi akibat dampak pembukaan lahan. Tak pelak lagi, bencana banjir kali ini lebih parah dari sebelumnya.

Menurut datanya, salah satu pemanfaatan pembukaan lahan di Kalimantan adalah untuk membuat perkebunan kelapa sawit. Namun pembukaan perkebunan kelapa sawit tersebut terus dilakukan. Areal tanam mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan telah merubah lingkungan sekitarnya.

Antara 2009 dan 2011, luas tanam meningkat 14% dan terus meningkat 72% dalam 5 tahun ke depan.

Jeffrey mengatakan pada Jumat (15/1/2021): “ Dari sisi penambangan, pembukaan lahan meningkat 13% hanya dalam waktu dua tahun.Pada 2013, luas tambang terbuka 54.238 hektar.

Pihaknya juga menyayangkan kondisi hutan Kalimantan yang berubah menjadi perkebunan. Pembukaan lahan atau perubahan tutupan lahan juga telah mendorong laju perubahan iklim global.

Ia menjelaskan: “Kalimantan dulu bangga dengan hutannya, kini telah menjadi perkebunan kelapa sawit monokultur dan tambang batu bara.”

Jeffrey mengatakan bahwa perluasan lahan secara terus menerus dalam skala besar memperburuk bencana, terutama dalam kondisi cuaca ekstrim.

Ia berkata: “Akhirnya, hal itu juga akan mempengaruhi dan memperburuk kondisi cuaca ekstrim di musim kemarau dan musim hujan.”

Hingga Rabu (20/1/2021), banjir di Kalimantan Selatan menewaskan 21 orang. Sebanyak 342.987 orang terkena dampak, 63.608 di antaranya kehilangan tempat tinggal.

Prasarana yang terkena bencana meliputi 66.768 rumah tergenang, 18.294 meter jalan tergenang banjir, dan 21 jembatan rusak. Tak hanya itu, banjir ini juga mengakibatkan terganggunya 18.356 hektar lahan pertanian di 11 kabupaten / kota di Kalimantan.

Curah hujan dan berkurangnya luas hutan

Sementara itu, analisis Lembaga Penerbangan dan Astronautika Nasional (Lapan) menunjukkan bahwa banjir di Kalimantan bagian selatan disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan berkurangnya lahan hutan primer.

Kedua alasan tersebut didasarkan pada data satelit penginderaan jauh resolusi menengah, Pengamatan ini masih berupa perkiraan dan belum diverifikasi.

Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lapan M Rokhis dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (17/1/2021), mengatakan: “Hujan menyebabkan banjir pada 13 Januari 2021 melanda Kalimantan Selatan.”

Baca juga : Cara Sederhana Mencegah Virus Corona ( Covid-19 )

Sementara itu, hasil analisis Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito menunjukkan bahwa luasan hutan mengalami penurunan. Penurunan luas DAS Barito sejalan dengan perluasan areal hutan tanaman yang cukup signifikan.

Dalam 10 tahun, luas hutan tanaman telah meluas secara signifikan menjadi 219.000 hektar. Namun, Roxis mengatakan belum bisa memastikan apakah perluasan areal penanaman yang signifikan tersebut terkait dengan penanaman kelapa sawit.

Dia berkata lagi: “Karena datanya berasal dari data satelit beresolusi menengah, kami tidak dapat mengidentifikasi kelapa sawit atau perkebunan lainnya.” Dia mengatakan bahwa perubahan tutupan lahan selama dekade terakhir dapat menjelaskan kemungkinan banjir di Cekungan Barito.

2. Gempa Bumi di Majene

Sumber : cnnindonesia.com

Itu terjadi pada Senin (18/1/2021) di wilayah Majene dan Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, kembali dilanda gempa tektonik WITA 12.11. Berdasarkan hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa bumi yang terjadi di kawasan tersebut selama lima hari berturut-turut pada pukul 12.30 siang hari ini oleh WIB tercatat sebagai gempa ke-39.

Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), mengatakan gempa yang baru terjadi adalah 4,2.

Dariono di Kompas.com mengatakan: “Akibat trauma gempa kuat sebelumnya, warga kembali syok dan panik.”

Episentrum gempa terletak di 2.91 Lintang Selatan dan 118.99 Bujur Timur. Lokasi tepatnya terjadi di darat 27 kilometer tenggara Kota Mamuju dan kedalaman 10 kilometer.

Seperti rangkaian gempa sebelumnya, sesar Mamuju-Majene merupakan jenis gempa dangkal akibat mekanisme sesar dorong. Gempa ini menyebabkan gempa Majene dan Mamuju dengan magnitude MMI II, dan tidak ada kemungkinan tsunami.

Gempa susulan berlangsung lambat, tetapi masih bisa terjadi lagi. Daryono mengatakan, meski sudah terjadi 39 gempa bumi, namun gempa Mamuju dan Majene niscaya memperlambat produktivitas gempa susulan.

Dia mengatakan: “Gempa 6,2 skala Richter pada hari kelima seharusnya hanya memiliki 39 gempa susulan.” Ini karena, biasanya pada hari kelima, gempa bumi di kerak dangkal dengan intensitas di atas 6,0 biasanya memiliki hampir 100 gempa susulan.

Ia mengatakan: “Melihat produktivitas gempa susulan yang rendah, kami berharap ini pertanda baik, meski tetap harus waspada.”

Kondisi minimum gempa susulan diharapkan akan terus berlanjut dan tidak akan terjadi gempa bumi yang lebih kuat sampai kondisi struktur zona seismik stabil dan kembali normal.

Ia menjelaskan: “Sekalipun kita berharap tidak akan ada gempa bumi yang lebih kuat, gempa susulan dengan intensitas yang lebih rendah umumnya akan terjadi.” Hal ini karena ketika gempa bumi besar atau guncangan utama terjadi, deformasi kerak bumi akan terbentuk, yang akan menyebabkan gerakan massa batuan bawah tanah.

Perpindahan yang besar dari balok-balok batuan tersebut akan memicu ketidakseimbangan gaya tektonik di zona seismik. Ini karena, biasanya setelah gempa bumi yang kuat, gaya tektonik dibangkitkan, yang menyebabkan massa batuan bergerak mundur untuk mencapai kesetimbangan baru dalam keadaan stabil.

3. Erupsi Gunung Semeru

Sumber : nasional.tempo.co

Gunung Semeru yang terletak di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, kemarin mengeluarkan awan panas mulai 1 Januari 2021 kemarin.

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, menurut data terakhir 17 Januari 2021, Semeru masih berada di level II atau dalam keadaan “waspada”.

Tingkat II atau status “alarm” adalah keadaan dengan zona bahaya yang lebih luas, satu tingkat lebih tinggi dari tingkat I atau keadaan “normal”. Sedangkan level dengan kisaran estimasi resiko yang lebih besar berarti jarak yang harus dihindari semakin lebar dan jauh yaitu level III atau “alarm”, dan level tertinggi adalah level IV “Avas”.

Eko Budi Lelono, Direktur Biro Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan Semeru kembali merilis awan panas pada 16 Januari 2021. Slideshow awan panas ini akan terulang kembali pada hari kedua 17 Januari 2021.

Dia mengatakan pada konferensi pers virtual: “Kami telah menyusun peta arah selatan rata-rata bencana Gunung Semeru. Kami merekomendasikan untuk tidak melakukan kegiatan hingga 4 kilometer.”: Kinerja Biro Geologi tahun 2020 dan rencana hasil kerja tahun 2021, Rabu (20/01/2021).

Baca juga : 12 Letusan Gunung Berapi Terbesar Yang Ada di Dunia

Menurut data keterpaparannya, beberapa potensi ancaman Gunung Semeru adalah lemparan batu pijar di sekitar puncak gunung, dan sesuai arah dan kecepatan angin, bahan semburan seukuran abu tersebut dapat semakin tersebar.

Bahaya potensial lainnya adalah longsoran salju panas dan longsoran batuan dari kubah / ujung lidah lava ke ujung tenggara dan selatan puncak. Jika hujan, mungkin ada lahar di sungai yang dimulai di sepanjang aliran puncak.

Saat ini jarak luncur maksimum antara arah awan panas dan longsoran serta arah tenggara dan selatan puncak gunung adalah 4 km.

Selain itu, menurutnya, situasi ini dapat terjadi di sepanjang aliran sungai di hulu kawasan puncak, dan interaksi sedimen material longsoran lahar atau lapisan awan temperatur tinggi dari longsoran dengan air sungai di dataran tinggi. suhu akan cenderung menjadi letusan sekunder.

Ia mengatakan pemantauan dan evaluasi intensif akan terus dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan signifikan dalam kegiatan dan perubahan potensi bahaya.

Dalam status “peringatan” ini, masyarakat dan wisatawan disarankan untuk tidak bergerak dalam radius 1 km dari kawah Semeru atau puncak gunung, dan dalam 4 km dari bukaan kawah selatan-tenggara.

Ia pun mengimbau masyarakat agar waspada agar tidak terjadi longsoran, jatuhnya lahar dan pembentukan lahar di sepanjang lembah puncak Gunung Semeru.

Dalam kesempatan yang sama, Kasbani, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, mengatakan Semeru terus dipantau setiap hari untuk memantau apakah aktivitasnya meningkat atau menurun.

Dia menambahkan: “Kami akan memantau Semeru dan Merapi setiap jam, terlepas dari apakah naik atau turun.”